Jumat, 11 Desember 2015

makalah pemberian obat parenteral



BAB I
PENDAHULUAN
    A.Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa  larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
   B.Rumusan Masalah
 1.   Apa yang dimaksud dengan pemberian obat parenteral ?
 2.   Apa tujuan Pemberian secara parenteral ?
 3.   Bagaimana caranya memberikan ?
 4.   Mengenal tindakan sesuai SOP
  C.Tujuan
Dengan membaca makalah ini diharapkan kita mengetahui dan mengerti akan cara pemberian sesuai SOP dan melaksanakan mengingat SOP sangatlah penting.
   D.Sistematika penulisan
Makalah ini tersusun atas BAB I PENDAHULUAN yang tersusun atas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Sistematika Penulisan; BAB II PEMBAHASAN Terdiri dari Mengenal pengobatan parenteral,, macam macam cara pemberian,peralatan,BAB III PENUTUP Terdiri dari Kesimpulan dan Daftar Pustaka.




BAB 11
PEMBAHASAN

A. Definisi Pemberian Obat Parenteral
Memasukan obat tertentu ke dalam jaringan tubuh dengan caramerobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus suatu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa menggunakan alat suntik. ( depkes RI 1994 )
Obat dimasukan ke dalam kulit, dibawah kulit, kedalam otot dan ke dalam vena dan pemberian ini lebih cepat diserap daripada melalui oral. ( WHO 1998 )
Jadi pemberian obat perenteral adalah pemberian obat atau cairan dengan cara dimasukan langsung kedalam kulit, dibawah kulit, kedalam otot ataupun ke dalam vena.
  B.     Tujuan
1.    Mempercepat reaksi obat dalam tubuh untuk mempercepat proses penyembuhan.
2.   Melaksanakan uji coba obat
3.    Melaksanakan tindakan diagnostik
Pemberian obat parenteral diberikan kepada :
1.         Pasien yang memerlukan obat dengan reaksi cepat.
2.         Klien yang tidak bisa diberikan obat melalui mulut
3.         Klien dengan penyakit tertentu yang hanya bisa mendapatkan pengobatan secara suntikan ( misalnya insulin)
 C.    Mengenal Alat Injeksi
Untuk memberikan obat secara parenteral perawat menggunakan vial atau ampul, spuit dan jarum. Spuit mempunyai 3 bagian yaitu ujung yang berhubungan dengan jarum, bagian luar atau barrel dimana skala tercetak biasanya dalam mililiter, yang terakhir adalah plunger yang pas dengan bagian dalam barrel dan digunakan untuk mendorong obat dalam jarum. Ingat spuit plastik harus dibuang setelah dipakai
Jarum, memiliki tiga bagian juga yaitu ; hub bagian yang dilepaskan dari spuit, batang tipis yang dipasang pada hub, bevel yaitu bagian landai di ujung. Jarum dengan diameter terbesar adalah gauge 14 dan yang terkecil adalah gauge 28.
D.    Macam Cara Pemberian Obat Parenteral
Penyuntikan dilakukan dengan cara :
·         Intra cutan
·         Subcutan
·         Intra muscular
·         Intravena
·         Perbolus ( prinsip sama dengan intravena )
 E.     Cara Pemberian Injeksi
Injeksi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh hampir setiap perawat juga harus dapat melakukannya. Namun pemberian obat ini juga harus mengetahui dimana tempat yang seharusnya dilakukan. Berikut adalah cara pemberian injeksi sesuai SOP.

F. Injeksi Intracutan
Adalah pemberian obat atau cairan dengan cara dimasukan langsung ke kulit.
Tujuan :
Melaksanakan uji coba obat tertentu ( skin test )
Membantu menentukan diagnosa terhadap penyakit tertentu misalnya pada tuberculin test
Peralatan :
Ø  Sarung tangan 1 pasang
Ø  Perlak dan pengalas
Ø  Spuit sesuai ukuran
Ø  Nampan
Ø  Jarum steril
Ø  Obat sesuai program
Ø  Kapas alkohol
Ø  Bengkok dan bolpoin
Prosedur Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
·         Melakukan verifikasi data sebelumnya
·         Mencuci tangan
·         Menyiapkan obat sesuai prinsip ( mengambil 0,1 cc dan encerkan lagi dengan aquades hingga menjadi 1cc. 0,1 cc sebelumnya diambil dari 5 cc obat yang sudah diencerkan )
Tahap Orientasi
·         Memberikan salam.
·         Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
·         Menanyakan kesiapan klien.


Tahap kerja
·         Mengatur posisi klien sesuai kebutuhan.
·         Memasang perlak dan alasnya.
·         Membebaskan daerah yang akan di injeksi.
·         Memakai handscoon.
·         Bersihkan kulit yang akan disuntik menggunakan kapas alkohol
·         Gunakan ibu jari dan telunjuk untuk meregangkan kulit
·         Tusukan spuit dengan kemiringan 15 – 20 , jarum masuk kurang lebih 0,5 cm
·         Masukan obat secara perlahan, pastikan ada benjolan kira kira satu biji kacang lalu Cabut jarum dari tempat penusukan
·         Beri tanda lingkaran pada benjolan tadi.
·         Buang spuit kedalam bengkok.
Tahap Terminasi
·         Merapikan pasien.
·         Membaca tahmid, berpamitan dengan klien dan keluarganya.
·         Bereskan alat alat.
·         Cuci tangan.
·         Dokumentasi.
Pengertian Gambar :
1.      Jenis cairan yang diberikan adalah Vaksin BCG (Bacille Calmatte Guerin)
2.      Fungsi dari pemberian vaksin BCG ini adalah untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC (Tuber kolosis)
3.      Vaksin BCG ini disuntikan secara Intra Cutan pada daerah lengan kanan atas (insertion muskulus delteideos)










G. Injeksi Sub Cutan.
Pengertian :
Memberikan obat melalui suntikan dibawah kulit yang dilakukan pada lengan atas sebelah luar, pada bagian luar daerah dada dan daerah yang dianggap perlu.
( dep kes RI 1994 )
Injeksi subcutan adalah memasukan obat ke dalam jaringan lemak tepat dibawah kulit ( WHO 1998 )
Jadi kesimpulannya injeksi Sub Cutan adalah Pemberian obat dengan cara dimasukan langsung kebawah kulit.
Lokasi :
Area vaskular disekitar bagian lengan luar atas, abdomen dari batas bawah costa sampai iliaca dan bagian anterior paha.
Peralatan :
·         Bak injeksi yang berisi spuit dan jarum no.26
·         Jarum steril
·         Kapas alkohol
·         Perlak
·         Obat sesuai program terapi
·         Sarung tangan
·         Bengkok
Prosedur Injeksi :
Tahap Pra Interaksi
·         Lakukan verifikasi data.
·         Mencuci tangan.
·         Menyiapkan obat sesuai aturan.
·         Membawa alat ke dekat klien.
Tahap Orientasi :
·         Memberikan salam.
·         Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.
·         Menanyakan kesiapan klien.
Tahap Kerja :
·         Atur posisi klien sesuai kebutuhan.
·         Pasang perlak dan pengalas.
·         Bebaskan daerah yang akan di injeksi.
·         Pakailah handscoon.
·         Bersihkan kulit menggunakan kapas alkohol dari dalam ke luar.
·         Masukan jarum dengan sudut 45 – 90 derajat.
·         Lakukan aspirasi, pastikan tidak ada darah masuk ke spuit.
·         Masukan obat secara perlahan.
·         Cabut jarum.
·         Mendesinfeksi kalau perlu dilakukan massase.
·          Buang spuit dalam bengkok.
·         Melepas sarung tangan.
Tahap terminasi :
·         Rapikan klien
·         Lakukan evaluasi.
·         Berpamitan,
·         Bereskan alat.
·         Cuci tangan.
·         Dokumentasi.




Pengertian Gambar :

1.      Jenis cairan yang digunakan adalah Insulin
2.      Cairan Insulin digunakan untuk mempertahankan tingkat glukosa darah
3.      Insulin di suntikan secara Sub Cutan pada daerah lengan kanan atas.










H. Injeksi Intra Muscular
Definisi :
Adalah pemberian obat atau cairan dengan cara dimasukan langsung kedalam otot.
Lokasi :
·         Otot vastus lateralis
·         Otot ventrogluteal
·         Otot deltoid
·         Dorsa gluteus
·         Sepertiga sias atas
Kecepatan Obat :
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada SC karena pembuluh darah lebih banyakdi otot. Berlangsung sekitar antara 10 – 30 menit.
Peralatan :
·         Bak injeksi
·         Sarung tangan
·         Spuit dengan ukuran 3cc/5cc.
·         Jarum steril no.23
·         Kapas alkohol 
·         Perlak dan pengalas
·         Obat sesuai program terapi
·         Bengkok
Prosedur Injeksi :
Tahap Pra Interaksi
·         Lakukan verifikasi data
·         Mencuci tangan
·         Menyiapkan obat sesuai aturan
     Tahap Orientasi :
·         Memberikan salam
·         Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
·         Menanyakan kesiapan klien
Tahap Kerja :
·         Atur posisi klien
·         Pasanglah perlak
·         Bebaskan daerah yang akan di injeksi
·         Pakailah handscoon
·         Tentukan tempat penyuntikan
·         Bersihkan kulit dengan kapas alkohol
·         Regangkan kulik, masukan spuit dengan sudut 90 derajat, dengan kedalaman 2/3 jarum
·         Lakukan aspirasi, pastikan tidak ada darah masuk ke spuit
·         Masukan obat secara perlahan
·         Cabut jarum, tekan daerah tusukan menggunakan kapas alkohol.
·         Kemudian tempat penyuntikan di masase
·         Buang spuit dalam bengkok
Tahap terminasi :
·         Rapikan klien,
·         Lakukan evaluasi.
·         Berpamitan.
·         Bereskan alat.
·         Cuci tangan lalu dokumentasi.



Pengertian Gambar :

1.      Jenis cairan yang diberikan adalah Ampicillin
2.      Ampicilin berfungsi mangatasi infeksi akibat bakteri
3.      Ampicilin disuntikan secara Intra Muskular di lengah bagian bawah.












I. Injeksi Intra Vena
Definisi :
Adalah pemberian obat dengan cara dimasukan langsung kedalam pembuluh darah vena.
Lokasi :
Pada vena yang nampak jelas, lurus, jauh dari tulang
Kecepatan Obat :
Menghasilkan efek tercepat sekitar 18 detik
Peralatan :
·         Sarung tangan.
·         Spuit.
·         Jarum steril no.26
·         Torniquet
·         Kapas alkohol
·         Perlak dan pengalas
·         Obat sesuai program terapi
·         Bengkok
·         Band aid/plaster,gunting.
Prosedur injeksi :
Tahap Pra Interaksi
·         Lakukan verifikasi data
·         Mencuci tangan
·         Menyiapkan obat sesuai aturan
·         Membawa alat ke dekat klien
Tahap Orientasi :
·         Memberikan salam
·         Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
·         Menanyakan kesiapan klien
Tahap Kerja :
·         Mengatur posisi klien dan pilih vena dari arah distal
·         Memasang perlak dan alasnya
·         Bebaskan daerah yang akan di injeksi
·         Ikat dengan torniquet 5 cm proksimal yang akan di tusuk
·         Pakailah handscoon
·         Bersihkan kulit dengan kapas alkohol dari dalam ke luar
·         Pegang spuit dengan sudut 30 derajat.
·         Tusukan dengan kemiringan 30 derajat.
·         Lakukan aspirasi dan pastikan darah masuk ke spuit
·         Buka torniquet
·         Masukan obat secara perlahan
·         Cabut spuit dan tekan daerah tusukan dengan kapas alkohol
·         Buang spuit dalam bengkok.
Tahap terminasi :
·         Rapikan klien.
·         Lakukan evaluasi. 
·         Berpamitan,
·         Bereskan alat,
·         Cuci tangan
·         Dokumentasi.

Pengertian Gambar :
1.     Jenis cairan yang digunakan adalah Ranitidine
2.     Ranitidine sendiri digunakan sebagai obat untuk saluran cerna seperti tukak yang kambuh setelah operasi,pendarahan saluran cerna bagian atas,pencegahan penumonitis aspirasi asam selama pembedahan,dan pencegahan tukak yang diakibatkan oleh stress.
3.     Ranitidine disuntikan dengan injeksi Intra Vena pada lengan ( V.mediana Cubini/ V.Chepalica)











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Memasukan obat tertentu ke dalam jaringan tubuh dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus suatu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa menggunakan alat suntik. ( depkes RI 1994 )
Obat dimasukan ke dalam kulit, dibawah kulit, kedalam otot dan ke dalam vena dan pemberian ini lebih cepat diserap daripada melalui oral. ( WHO 1998 )
Jadi pemberian obat perenteral adalah pemberian obat atau cairan dengan cara dimasukan langsung kedalam kulit, dibawah kulit, kedalam otot ataupun ke dalam vena.
Penyuntikan dilakukan dengan cara :
·         Intra cutan
·         Subcutan
·         Intra muscular
·         Intravena
·         Perbolus ( prinsip sama dengan intravena )
Pada dasarnya prinsip pemberian injeksi ini sama baik yang dilakukan secara SOP yang kami dapat dari kampus atau yang di realita lapangan, prinsip inilah yang terpenting untuk kita ketahui. Masalah perbedaan yang kami dapat hanyalah dari peralatan, dimana dilapangan perawat hanya menenteng spuit dan kapas alkohol saja, ditambah torniquet jika melakukan injeksi intravena.
Namun ada hal yang lebih penting yang harus diperhatikan perawat di lapangan yaitu komunikasi teraupetik yang semakin lama pudar karena rutinitas, kebosanan dan merasa profesional. Justru kami yakin bahwa kesehatan bukan hanya diobati dari fisik saja namun juga dari jiwa.






DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
WHO, (1998 ), Nursing care of the sick: A guide for nurses working in small rural hospitals.
Departemen kesehatan RI, dirjenyanmed, 1991. Prosedur keperawatan Dasar, Direktorat rumah sakit dan pendidikan.
http: // arsegofconfb.blogspot.com

makalah hiperemesis gravidarum



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab lainnya(Sarwono, 2006).
Berdasarkan definisi ini kematian maternal dapat digolongkan pada kematian obstetrik langsung (direct obstetric death), kematian obstetrik tidak langsung (inderect obstetric death), kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan dan persalinan misalnya kecelakaan. Kematian obstetrik langsung disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penanganannya. Di negara-negara sedang berkembang sebagian besar penyebab ini adalah pendarahan, infeksi dan abortus. Kematian tidak langsung disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia, malaria, dan lain-lain termasuk hiperemesis gravidarum. (Sarwono, 2006)
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, perubahan-perubahan anatomik pada anak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekurangan vitamin. Beberapa faktor predisposisi yang sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG, faktor organik karena masuknya villi khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik, faktor psikologis keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab dan faktor endoktrin lainnya. Gejala yang sering terjadi pada 60% - 80% primigravida dan 40% - 60% multigravida. Mual biasanya terjadi pagi hari. Rasa mual biasanya dimulai pada minggu-minggu pertama kehamilan dan berakhir pada bulan keempat, namun sekitar 12% ibu hamil masih mengalaminya hingga 9 bulan. (Khaidirmuhaj, 2009)
Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri, salah satunya dengan melakukan pelayanan pemeriksaan ibu hamil untuk mengetahui keadaan ibu dan janin secara berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap kelainan yang ditemukan dengan tujuan agar ibu hamil dapat melewati masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat serta melahirkan bayi yang sehat. Dalam melakukan pelayanan Ante Natal Care (ANC) hendaknya selalu memberikan penjelasan dan motivasi mengenai yang dirasakan ibu hamil termasuk didalamnya hiperemesis gravidarum, karena masih banyak ibu hamil yang tidak mengetahui cara mengatasi mual dan muntah yang dialaminya, maka dengan ini Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) akan mengalami penurunan karena derajat kesehatan suatu bangsa ditentukan oleh derajat kesehatan ibu dan anak.
Kami tertarik untuk membahas makalah ini karena banyak sekali penderita hiperemesis gravidarum hasil penelitian menunjukkan bahwa anoreksia memiliki persentase sebesar 55% dari seluruh pasien yang mengalami hiperemesis gravidarum

B.     TUJUAN PENULISAN
  1. Tujuan Umum
       Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan pada               pasien ibu hamil dengan Hypermesis Gravidarum
  1. Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mampu mengerti pengertian Hyperemesis Gravidarum
b.      Mahasiswa mampu mengetahui etiologi Hyperemesis Gravidarum
c.       Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis Hyperemesis Gravidarum
d.      Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi
e.       Mahasiswa mampu mengetahui pathways
f.       Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang
g.      Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan
h.      Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan








BAB II
LANDASAN TEORI


A.    Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi.
(Rustam Mochtar, 1998)
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan.
(Hellen Farrer, 1999)
Hiperemesis gravidarum adalah bertambahnya emesis yang dapat mengakibatkan gangguan kehidupannya sehari-hari. Hiperemesia gravidarum yang berlangsung lama (umumnya antara minggu 6-12) dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin.
(Manuaba, 2007)
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa hamil. Muntah yang membahayakan ini dibedakan dari morning sicknes normal yang umum dialami wanita hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan.
(Varney, 2007)
Hiperemesis gravidarum adalah mual berlangsung terus menerus dan muntah sering, cepat mengalami dehidrasi dan asidoketotik.
(Llwellyn, 2011)
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa  Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus menerus pada minggut kelima sampai dengan minggu kedua belas, jadi mual-muntah yang berlebihan disaat kehamilan yang mengganggu aktivitas sehari-hari.





B.     Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain akibat imunisasi. Beberapa faktor predesposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut:
1.      Faktor predesposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuansi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormonal memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2.      Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.
3.      Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
4.      Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
(Wiknjosastro, 2005)

C.    Tanda dan Gejala
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3 tingkatan:
  1. Tingkatan I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrum. Nadi meningkat ssekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.

  1. Tingkatan II
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
  1. Tingkatan III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopatiwernicke, dengan gejala: nistagmus diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati.
(Wiknjosastro, 2005)

D.    Patofisiologi
Secara fisiologis, rasa mual terjadi akibat kadar estrogen yang meningkat dalam darah sehingga mempengaruhi sistem pencernaan, tetapi mual dan muntah yang terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan dehidrasi, hiponatremia, hipokloremia, penurunan klorida urin yang selanjutnya menyebabkan hemokonsentrasi yang mengurangi perpusi darah ke jaringan dan menyebabkan tertimbunnya zat toksik.
Pemakaian cadangan karbohidrat dan lemak menyebabkan oksidasi lemak tidak sempurna sehingga terjadi ketosis. Hipokalemia akibat muntah dan eksresi yang berlebihan selanjutnya menambah frekuensi muntah dan merusak hepar. Selaput lendir esofagus dan lambung dapat robek (sindrom Mallory-Weeiss), sehingga terjadi perdarahan gastrointestinal.

                                                                                                      (Wiknjosastro,2015)




E.   Pathways














 



                                                Faktor hormonal
invasi jaringan vili                                          
            korialis                           Hormon khorionik
                                          Gonadotropin berlebihan
Emesis grevidarum
 
masuk kedalam
komplikasi
 

 
Peningkatan tekanan gaster
 
peredaran darah


 


                                   Hyperemesis Gravidarum


 




















Kelemahan tubuh
 
Syok Hipovolemik
Intoleransi aktivitas
 

F.     Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan wanita hamil yang mengalami hyperemesis dilakukan dengan menetapkan rencana perawatan medis. Pemberian terapi intravena yang kemudian dipantau pemberian agens farmakologi dan suplemen nutrisi dan pemantauan wanita respon terhadap intervensi. Perawat mengopservasi wanita untuk mendeteksi adanya komplikasi seperti aksidosis metabolik, interik atau himoragi dan memberitahu tenaga keperawatan kesehatan begitu tanda-tanda tersebut muncul.

2.      Penatalaksanaan Medis
  1. Obat-obatan
Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen. Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah B1 dan B6. Anti histaminika juga dianjurkan, seperti dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan antiemetik, seperti disiklominhidrokhlorid atau khlorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.
  1. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, terapi cerah dan peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sanpai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
  1. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
  1. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24  jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan minum dan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan di atas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.
  1. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikistrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus teraupetik sering sulit diambil, oleh karana itu di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
(Wiknjosastro, 2005)

G. Pemeriksaan Penunjang
1.      USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
2.      Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
3.      Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A.    Pengkajian Keperawatan

1.      Aktifitas istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
2.      Integritas ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
3.      Eliminasi
Perubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine.
4.      Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
5.      Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
6.      Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
7.      Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik.
8.      Interaksi sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang.
9.      Pembelajaran dan penyuluhan
a.       Segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung sudah lama.
b.      Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berast badan normal
c.       Turgor kulit, lidah kering
d.      Adanya aseton dalam urine


B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
2.      Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebi
3.      Intolerans aktifitas berhubungan dengan kelemahan
4.      Syok hipovolemik berhubugan dengan penurunan keasadaran
C.    Rencana Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan muntah berlebihan.
Tujuan :
a.       Menjelaskan komponen diet seimbang prenatal, memberi makanan yang mengandung vitamin, mineral, protein dan besi.
b.      Mengikuti diet yang dianjurkan.
c.       Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.
d.      Menunjukkan penambahan berat badan yang sesuai ( biasanya 1,5 kg pada ahir trimester pertama )
Kriteria Hasil :
a.     Nafsu makan bertambah
b.    Mual berkurang
c.     Nutrisi membaik.
Intervensi:
1.      Batasi intake oral hingga muntah berhenti.
R/ Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah selanjutnya.
2.      Berikan obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan 10-20mg/i.v.
R/Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
3.      Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan.
R/Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit.
4.      Catat intake dan output.
R/Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
5.      Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
R/Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh.
6.      Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak
R/dapat menstimulus mual dan muntah.
7.      Anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur
R/Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
Tujuan :
a.       Mengidentifikasi dan melakukan tindakan untuk menurunkan frekuensi dan keparahan mual/muntah.
b.      Mengkonsumsi cairan dengan jumlah yang sesuai setiap hari.
c.       Mengidenifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala dehidrasi yang memerlukan tindakan.

Intervensi:
1.      Tentukan frekuensi atau beratnya mual/muntah.
R/Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi. Peningkatan kadar hormon Korionik gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik memperberat mual/muntah pada trimester
2.      Tinjau ulang riwayat kemungkinah masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum, gastritis.
R/Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk mengatasi masalah khusus dalam mengidentifikasi intervensi.
3.      Anjurkan klien mempertahankan masukan/keluaran, tes urin,dan penurunan berat badan setiap hari.
R/Membantu dalam proses penyembuhan penyakit.
4.      Kaji suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar
R/Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi.
5.      Anjurkan peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan jumlah sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari tidur.
R/Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung.

3.      Intoleransi  Aktifitas berhubungan dengan kelemahan tubuh, penurunan metabolisme sel.
Tujuan :
a.       Melaporkan peningkatan rasa sejahtera/tingkat energi.
b.      Mendemonstrasikan peningkatan aktivitas fisik yang dapat diukur.

Intervensi:
1.      Anjurkan klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup.
R/Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus
2.      Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat berat.
R/Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita beresiko.
3.      Bantu klien beraktifitas secara bertahap
R/Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan dalam memenuhi kebutuhannya.
4.      Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi
R/Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
5.      Beriakn latihan rentang gerak pasif/aktif pada pasien yang terbaring di tempat tidur.
R/Menjaga kelenturan sendi-sendi tulang.
6.      Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah, singkirkan perabotan,
bantu ambulasi.
R/Menjaga keselamatan pasien selama di rawat di rumah sakit.



4.      Syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahanyang terjadi secara terus menerus
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria :
-Tidak terjadi penurunan kesadaran
-TTV dalam batas normal
-Tugor kulit baik
-Perkusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah)
-Cairan dalam tubuh balance.

Intervensi:
1.      Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2.      Observasi TTV tiap 24 jam
      R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3.      Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/  Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehodrasi tidak ditangan secara baik.
4.      Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5.      Observasi tingkat kesadaran klien
R/ Pengukuran GCS EVM
6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pembaerian terapi cairan IV
R/ Cairan intra vena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
7.      Monitoring keadaan umum pasien
R/ Untuk memonitoring kondisi pasien selama perawatan terutama saat perdarahan.
8.      Pemeriksaan HB, PCV, dan Trombosit
R/ Untuk mengetahui tingkat pembuluh darah yang di alami pasien.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus menerus pada minggu kelima sampai dengan minggu kedua belas, jadi mual-muntah yang berlebihan disaat kehamilan yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jelas memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering.

B.     Saran
Saran untuk ibu yang menderita Hiperemesis Gravidarum agar leebih memperhatikan pola makan dan keadaan fisik ibu, dan sran untuk bidan agar dapat meberikan asuhan dan pandangan tentang Hioeremesis gravudarum dengan cara menginformasikannya kepada seorang ibu dengan baik, agar kedepannya seorang ibu dapat menjadi ibu yang tidap lagi menjadi penderita hiperemesis gravidarum.













DAFTAR PUSTAKA

                  

Hidayati Ratna.2009.Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Fisiologis Dan Patologis.
Jakarta : Salemba Medika

Hartono Andry.  1999. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC

Lowdermilk, Jensen Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

Prawirohardjo Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan.  Jakarta :  Trisada Printer

Tiran Denise. 2006. Seri Asuhan Kebidanan Mual dan Muntah Kehamilan.  Jakarta : EGC

Abell TL, Riely CA: Hyperemis gravidarum. Gastroenterol Clin North Am 21(4):835, 1992