BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengue haemoragic fever adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan di
tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti).
(Ngastiyah,2005 : 368 )
Demam berdarah dengue adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Suriadi,Rita
Yuliani,2006:57)
Demam dengue /
DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue haemoragic fever / DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam,nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis haemoragic. (Suhendro,dkk,2007 : 1709)
trombositopenia dan diatesis haemoragic. (Suhendro,dkk,2007 : 1709)
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian DHF?
2. Apa saja tinjauan teori DHF?
3. Bagaimana asuhan keperawatan kasus
DHF?
C. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mendapatkan
gambaran tentang penerapan proses asuhan keperawatan terhadap salah satu pasien
DHF.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi DHF.
2. Untuk mengetahui klasifikasi DHF.
3. Untuk mengetahui etiologi DHF.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis
DHF.
5. Untuk mengetahui patofisiologi DHF.
6. Untuk mengetahui pathways DHF.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan
penunjang DHF.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan
dokter (medis) dan keperawatan DHF.
D. Manfaat
1.
Anggota kelompok dapat
mengetahui pemahaman tentang penyakit DHF.
2.
Menambah
wawasan bagi teman – teman adanya pengertian tentang DHF.
E. Metode Penulisan
Studi
kepustakaan berdasarkan referensi buku – buku dan internet yang berkaitan
dengan materi yang diperlukan dalam pembuatan makalah ini.
F. Sistematika Penulisan
BAB
I PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, manfaat, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB
II TINJAUAN TEORI
Terdiri atas definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi
klinis, patofisiologi, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
BAB
III ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Pada An. L Dengan
Diagnosa DHF Diruang Melati Di Rumah Sakit TuguRejo Semarang
BAB IV PENUTUP
Terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Definisi
a. Demam berdarah
merupakan manifestasi klinis yang berat dari penyakit arbovirus. (Soedarmo
Sumarno, 2005).
b. Dengue ialah
infeksi arbovirus (arthropod-borne virus)
akut ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes. (Hasan Rusepno, 2007).
c. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti betina. (Hidayat A. Aziz Alimul, 2008).
B. Klasifikasi
a. aj Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau
perdarahan spontan, uji turniquet positif, trombositopenia, dan hemokosentrasi.
b. Derajat
II : Derajat I disertai perdarahan spontan
dikulit atau perdarahan lain
c. Derajat III : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
dingin lembab, gelisah.
d. Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi, dan tekanan darah tidak dapat
diukur. Yang disertai dengan Dengue Shock Sindrom. (Suriadi dan Rita Yuliani,
2006).
Derajat I : Demam disertai gejala
konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji
torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsntrasi.
Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.
Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.
Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.
Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.
Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.
DBD derajat III dan IV digolongkan ke dalam sindrom renjatan dengue. (Sutaryo. 2008)
WHO, 2001
mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
- Derajat
I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat
II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
- Derajat
III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun,
(120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
- Derajat
IV : Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit³jantung tampak biru.
C. Etiologi
Penyebab penyakit Demam Berdarah
Dengue adalah virus Dengue. Di
Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe
virus Dengue yang termasuk dalam grup B arthropediborne viruses (arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. (Nursalam Susilaningrum, 2005).
Penyakit ini disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk
Aedes yaitu:
a. Aedes Aegypti
1)
Paling sering ditemukan adalah nyamuk
yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah,
yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air di sekitar
rumah.
2) Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik,
berbintik bintik putih.
3) Biasanya menggigit pada siang hari, terutama
pada pagi dan sore hari.
4) Jarak terbang 100 meter.
b. Aedes Albopictus
1)
Tempat habitatnya di tempat air bersih. Biasanya di sekitar rumah atau
pohon-pohon, seperti pohon pisang, pandan kaleng bekas.
2)
Menggigit pada waktu siang hari
3)
Jarak terbang 50 meter. (Rampengan T H, 2007)
Virus
dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya ditemukan diIndonesia dengan
DEN-3 serotipe terbanyak. Salah satu serotype akan menimbulkan antibody
terhadap serotype yang bersangkutan, sedangkan serotype antibody yang terbentuk
terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut.seseorang yang
tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotype dengue dapat ditemukan diberbagai daerah diIndonesia
(Sudoyo Aru, dkk. 2009)
D. Manifestasi Klinis
1. Demam : demam tinggi
timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari turun secara
cepat menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya.
2. Perdarahan :
perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta
gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit.
Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
a. Uji
torniquet positif
b. Ptekie,
purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
c. Epistaksis
dan perdarahan gusi
d. Hematemesis,
melena
e. Hematuri
3. Hepatomegali :
a. Biasanya
dijumpai pada awal penyakit
b. Pembesaran
hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
c. Nyeri
tekan pada daerah ulu hati
d. Tanpa
diikuti dengan ikterus
e. Pembesaran
ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
4. Syok : Yang dikenal
dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran
plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda
syok adalah:
a. Kulit dingin, lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki
b. Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
c. Nadi cepat, lemah , kecil sampai
tidak teraba
d. Tekanan darah menurun (tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari 80 mmHg)
e. Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg
atau kurang)
5. Trombositopeni:
Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi pada hari ke tiga
sampai ke tujuh.
6. Hemokonsentrasi
: Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator kemungkinan terjadinya
syok.
7. Gejala-gejala
lain :
a. Anoreksi
, mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
b. Penurunan
kesadaran (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006)
E. Patofisiologi
a. Virus Dengue
akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty dan kemudian akan
bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus antibodi, dalam
sirkulasi akan mengaktifasi sistem komplemen. Akibat aktifasi C3a dan C5a akan
dilepas C3a dan C5a, 2 peptida berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
b. Terjadinya
trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protrobin, faktor V, VII, IX,
X dan fibrinogen ) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
c. Yang menentukan
beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik,
Renjatan terjadi secara akut.
d. Nilai hematokrit
meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak
diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom
syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak
dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologousinfection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks
antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam
sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis
terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti
dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium,
dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai
tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit
melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
F.Pathways
G. Pemeriksaan
Penunjang
Darah
Pada
DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquetyang
positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa
pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang.
Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan
reserve alkali merendah.
Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke – 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem.
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke – 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem.
Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Dokter
Penatalaksanaan untuk klien Demam
Berdarah Dengue adalah penanganan pada derajat I hingga derajat IV dari
Dokter.
Derajat I dan II
1)
Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 75 ml/kg BB/hari untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10kg atau bersama diberikan oralit, air
buah atau susu secukupnya, atau pemberian cairan dalam waktu 24 jam antara lain
sebagai berikut :
a)
100 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 kg
b)
75 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB
26-30 kg
c)
60 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg
d) 50
ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 kg
2) Pemberian obat
antibiotik apabila adanya infeksi sekunder
3) Pemberian antipieritika untuk menurunkan
panas.
4) Apabila ada perdarahan hebat maka berikan
darah 15 cc/kg BB/hari.
Derajat III
1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL
dengan dosis 20 ml/kg BB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan peberian RL 10
m/kg BB/jam, jika nadi dan tensi tidak stabil lanjutkan jumlah cairan berdasarkan
kebutuhan dalam waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk.
2) Pemberian plasma atau plasma ekspander
(dekstran L ) sebanyak 10 ml/kg BB/jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/ kg BB
dalam 24 jam, apabila setelah 1 jam pemakaian RL 20 ml/kg BB/jam keadaan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang
cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam jika baik lanjutkan RL
sebagaimana perhitungan selanjutnya.
3) Apabila 1 jam pemberian 10 ml/kg BB/jam
keadaan tensi masih menurun dan dibawah 80 mmHg maka penderita harus
mendapatkan plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam diulang maksimal 30 mg /kg
BB/24 jam bila baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas
Derajat IV
1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL
dengan dosis 30 ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah baik, lanjutkann RL
sebanyak 10 ml/kgBB/jam.
2) Apabila keadaan tensi memburuk maka harus
dipasang. 2 saluran infuse dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgbb/1jam dan
satunya pemberian palasma ekspander atau dextran L sebanyak 20 ml/kgBB/jam
selam 1 jam,
3) Apabila keadaan masih juga buruk, maka
berikan plasma ekspander 20 ml/kgBB/jam,
4) Apabila masih tetap memburuk maka berikan
plasma ekspander 10 ml/kgBB/jam diulangi maksimun 30 ml/kgBB/24jam.
5) Jika setelah 2 jam pemberian plasma dan RL
tidak menunjukan perbaikan maka konsultasikan kebagian anastesi untuk perlu
tidaknya dipasang central vaskuler pressure atau CVP. (Hidayat A Aziz Alimul,
2008).
Penatalaksanaan Keperawatan
1) Ada 3
cara pemberantasan vector
a) Fogging focus
Dalam
keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka kegiatan fogging hanya
dilakukan bila hasil penyelidikan epidemologis betul-betul memenuhi kriteria
b)
Abatisasi
Dilaksanakan di desa/ kelurahan
endemis terutama di sekolah dan tempat-tempat umum.
c) Tanpa inteksida
Membasmi jentik nyamuk penular demam
berdarah dengan cara 3M:
-
Menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate/altosit ketempat
penampungan air bersih.
-
Menutupnya rapat-rapat tempat penampungan air.
-
Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang bekas,
lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk
Aedes Aegypti.
2) Health Education (Penyuluhan)
Perawat dapat melakukan penyuluhan
atau Health Education tentang cara pencegahan vektor efektif. Penyuluhan dapat
dilakukan pada orang tua murid di sekolah-sekolah, di posyandu, yaitu di dalam
rumah hendaknya selalu terang, tidak menggantungkan pakaian yang bekas dipakai
terutama di kamar tidur karena nyamuk akan senang hinggap pada pakaian yang
bekas dipakai yang sudah bau keringat. BAK kamar mandi atau jambangan bunga
yang ada di dalam bunga agar sering dibersihkan dan diganti airnya setiap 2
hari sekali membenahi atau menata halaman supaya tidak ada tempat yang terisi
air, seperti pecahan botol, tempurung kelapa, kaleng bekas atau benda-benda
yang dapat menampung air. Dedaunan kering yang sudah menumpuk hendaknya disapu
bersih. Selain itu juga air tidak tertampung, mengelola sampah sesuai situasi
dan kondisi setempat, apakah dibakar atau diangkat oleh mobil sampah untuk
dibuang ke TPA sehingga nyamuk tidak berkembang biak. (Hadinegoro H Sri Rezeki,
2005)
I.
Komplikasi
Enselopati
Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi
syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan
oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan
kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak
danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer
dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk
mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi
bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak
diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena
3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan
(bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan
jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat
yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada
masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
Kelainan
ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase
terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka
setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila
syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin.
Udem
paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi
sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari
sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada
saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin
dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran
udem paru pada foto rontgen dada.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
POLA KESEHATAN
1.
Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Ibu pasien
mengatakan bila anaknya sakit langsung dibawa ke puskesmas dan kadang ke dokter
umum yang buka praktek di desanya
2.
Pola Kebutuhan Nutrisi
Ibu pasien mengatakan dari
kecil anak susah makan, sukanya makan cemilan atau jajan dari warung. Setelah
diberi suplemen penambah nafsu makan, anak mau makan nasi walaupun porsi
sedikit 3x sehari dengan menu nasi putih, sayur dan lauk. Anak minum 8-9 gelas
per hari, biasanya teh manis. Anak tidak pernah mendapatkan ASI. Setelah di
rumah sakit, nafsu makan anak menurun lagi, bubur halus dari rumah sakit hanya
dimakan 2/3 porsi dan minum air putih.
3.
Pola Eliminasi
Ibu pasien mengatakan
sebelum sakit BAB anaknya 1x sehari sehabis bangun tidur dan BAK 5-6 kali
sehari, warna urin kuning jernih. Selama di RS belum pernah BAB, BAK masih
normal seperti sebelumnya. Sumber keluaran cairan lainnya adalah melalui
keringat.
4.
Pola Aktivitas dan Latihan
Ibu pasien mengatakan sebelum
sakit klien suka bermain sepak bola dengan teman – temannya. Klien dapat makan
dan minum sendiri. Selama di RS, anak hanya bisa tiduran dan bermain di atas
tempat tidur dengan membaca komik bersama ibunya
5.
Pola Istirahat dan Tidur
Ibu pasien mengatakan sebelum
sakit klien jarang tidur siang dan pada malam hari tidur kurang lebih 8 jam.
Selama di RS, klien lebih banyak tidur. Tidur siang kira – kira 2 jam dan tidur
malam mulai jam 20.00 – 05.00 WIB.
6.
Pola Persepsi Kognitif
Penglihatan klien bagus, terbukti
masih sering membaca komik. Pendengarannya berfungsi dengan baik. Pola kognitif
: anak kooperatif dalam diskusi, mudah mengerti bila diberi penjelasan dan
masih ingat nama teman – temannya.
7.
Pola Persepsi Diri / Konsep Diri
Anak tidak malu karena sakit
tetapi anak ingin segera berangkat sekolah karena kangen dengan teman –
temannya.
8.
Pola Peran dan Hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga
tampak dekat, terbukti ayah, ibu dan adiknya setia menunggu di RS
9.
Pola Seksual dan Reproduksi
Anak jenis kelaminnya laki –
laki, belum menikah, klien tidak atau belum malu saat alat kelaminnya dilihat
oleh perawat
10. Koping
Mekanisme ( stress ) atau Temperamen dan Disiplin Yang Diterapkan
Temperamen anak : periang, agak
pemalu, mudah diarahkan, kooperatif
11. Pola
Nilai dan Kepercayaan
Anak beragama islam, pendidikan
agama sudah diberikan orang tua sejak kecil
Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan infeksi virus.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu
makan.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya cairan dalam
tubuh
4. Nyri berhubungan dengan proses patologis penyakit
RENCANA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan infeksi virus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama
3x24 jam maka anak menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Kr Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas
normal, bebas dari kedinginan.
Intervensi
Keperawatan:
a.
Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi
dan pernapasan setiap 3 jam atau sering lagi.
Rasional : Suhu
38,9-41,1oc menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam
dapat membantu dalam diagnosis.
b. Berikan penjelasan mengenai
penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Untuk memberikan
pengetahuan pemahaman tentang penyebab
dan memberikan kesadaran kebutuhan
belajar.
c.
Berikan penjelasan kepada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi demam.
Rasional : Perubahan
dapat lebih tampak oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat
oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien.
d. Catatlah asupan dan keluaran
cairan.
Rasional
: Untuk
mengetahui keseimbangan cairan baik intake maupun output.
e.
Anjurkan anak
untuk banyak minum paling tidak ± 2,5 liter tiap 24 jam dan jelaskan
manfaat bagi anak.
Rasional
: Untuk
mempercepat proses penguapan melalui urine dan keringat, selain itu dimaksudkan
untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
f.
Berikan kompres dingin pada daerah axila dan
lipatan paha.
Rasional : kompres air dingin dapat memberikan efek
vasodilatasi pembululuh darah.
g. Anjurkan agar anak
tidak memakai selimut dari pakaian yang tebal.
Rasional : Untuk memudahkan dalam proses penguapan.
h. Berikan terapi cairan
intravena dan obat-obatan sesuai dengan program dokter.
Rasional : Pemberian terapi cairan intravena untuk
mengganti cairan yang hilang dan obat-obatan sebagai preparat yang di
formulasikan untuk penurunan panas.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu
makan.
Tu Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan selama 3x24 jam maka anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan
nutrisi yang adekuat.
Kriteria
hasil : Anak
mengkonsumsi jumlah makanan yang adekuat.
Intervensi
keperawatan:
a) Kaji keluhan mual, sakit
menelan, dan muntah yang dialami oleh anak.
Rasional : Untuk
memberikan nutrisi yang optimal meskipun
kehilangan napsu makan serta memotivasi anak agar mau makan.
b) Berikan makanan yang
mudah ditelan, seperti bubur dan tim,
serta dihidangkan selagi masih hangat
Rasional` : Memudahkan
proses menelan dan meringankan kerja
lambung untuk mencerna makanan dan menghindari rasa mual.
c) Menganjurkan kepada
orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
Rasional : karena
porsi biasanya ditoleransi dengan lebih baik.
d) Menimbang berat badan
setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama.
Rasional : Untuk membantu status nutrisi.
e.
Mempertahankan kebersihan mulut pasien
Rasional : Untuk merangsang
napsu makan.
f. Mempertahankan pentingnya
intake nutrisi yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit.
Rasional : Untuk
menghindari intoleransi makanan.
g. Jelaskan pada
keluarga manfaat makanan/ nutrisi bagi anak terutama saat sakit.
Rasional : Makanan merupakan penambahan tenaga bagi
orang sakit.
h. Catatlah jumlah/porsi
makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui jumlah intake makanan dan
penentuan dalam pemberian diet dan selanjutnya.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan output muntah berlebihan.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan selama 3x24 jam maka anak menunjukkan terpenuhinya
tanda-tanda kebutuhan cairan.
Kriteria
hasil : a. Anak mendapatkan cairan yang cukup
b.
Menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat yang dibutuhkan dengan
tanda-tanda vital dan turgor kulit yang normal, membran mukosa lembab.
Intervensi keperawatan:
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional
: Untuk
mengetahui perkembangan penyakit.
b. Observasi tanda-tanda
vital setiap 2-3 jam.
Rasional : Untuk
meningkatkan hidrasi dan mencegah dehidrasi.
c. Perhatikan keluhan
pasien seperti mata kunang-kunang, pusing, lemah, ekstremitas dingin dan sesak
napas.
Rasional : Untuk
mengetahui perubahan yang terjadi bila adanya kekurangan cairan sehingga
mendapatkan perawatan lebih baik.
d. Mengobservasi dan mencatat
intake dan output.
Rasional : Untuk menentukan status hidrasi
e. Memberikan hidrasi yang
adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional :
Menentukan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Monitor nilai
laboratorium : elektrolit darah, serum albumin.
Rasional : Menentukan adanya
ketidakseimbangannya cairan dan elektrolit.
g. Mempertahankan intake
dan output yang adekuat.
Rasional : Pemenuhan kebutuhan cairan menurunkan resiko
dehidrasi.
h. Monitor dan mencatat berat
badan.
Rasional : merupakan
indikator cairan dan nutrisi.
i.
Pasang infus dan beri terapi cairan intravena
jika terjadi perdarahan (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Pemberian infus dimaksudkan untuk mengganti
cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
4. Nyeri berhubungan dengan proses
patologis penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan
3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang
Kriteri hasil:
a.Pasien mengatakan nyerinya hilang
b.Nyeri berada pada skala 0-3
c. Tekanan darah 120/80 mmHg
d.Suhu 36,80C-37,50C
e.Respirasi 16-24 x/mnt
f.Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi Keperawatan:
a. Observasi tingkat nyeri pasien
(skala, frekuensi, durasi)
Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi dan
juga tanda-tanda perkembangan/ resolusi komplikasi
b. Berikan lingkungan yang tenang dan
nyaman dan tindakan kenyamanan
Rasional: Lingkungan yang nyaman akan membantu proses
relaksasi
c. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
Rasional: Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan
kemampuan untuk menanggulangi nyeri
d. Libatkan keluarga dalam asuhan
keperawatan.
Rasional: Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan
melatih pasien relaksasi
e. Ajarkan pasien teknik relaksasi
Rasional: Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain
f. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat analgesik
Rasional: Memberikan penurunan nyeri.
Evaluasi
Evaluasi
perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannya adalah
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah
evaluasi :
a.
Daftar tujuan-tujuan pasien.
b.
Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
c.
Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
d.
Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak. (Tarwoto
Wartonah, 2006).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti betina. (Hidayat A. Aziz Alimul, 2008).
Gambaran klinis
yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 –
15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba)
sering disertai menggigil, saat demam pasien composmentis.
B.
Saran
Kami penyusun menyadari bahwa asuhan
keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu diharapkan kepada
pembaca memberikan saran- saran demi kesempuranaan ASKEP DHF kelompok kami.
Dongoes,
M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
Noer,
Sjaifoellah dkk. 2007. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Soegijarto,
Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue : edisi ke-2. Surabaya : Aerlangga
Suriadi
& Yuliani, Rita. 2006. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan
pada Anak. Sagung Seto : Jakarta
|
|
|||||||
|
|
|||||||
|
|
|
||||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar