Jumat, 11 Desember 2015

ASkep DHF



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti). (Ngastiyah,2005 : 368 )
 Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Suriadi,Rita Yuliani,2006:57)
      Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue haemoragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diatesis haemoragic. (Suhendro,dkk,2007 : 1709)

B.     Rumusan Masalah 
1.      Apa pengertian DHF?
2.      Apa saja tinjauan teori DHF?
3.      Bagaimana asuhan keperawatan kasus DHF?

C.     Tujuan
Tujuan Umum
                        Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan proses asuhan keperawatan terhadap salah satu pasien DHF.
Tujuan Khusus                
1.      Untuk mengetahui definisi DHF.
2.      Untuk mengetahui klasifikasi DHF.
3.      Untuk mengetahui etiologi DHF.
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis DHF.
5.      Untuk mengetahui patofisiologi DHF.
6.      Untuk mengetahui pathways DHF.
7.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang DHF.
8.      Untuk mengetahui penatalaksanaan dokter (medis) dan keperawatan DHF.

D.    Manfaat
1.      Anggota kelompok dapat mengetahui pemahaman tentang penyakit DHF.
2.      Menambah wawasan bagi teman – teman adanya pengertian tentang DHF.
                   
E.     Metode Penulisan
Studi kepustakaan berdasarkan referensi buku – buku dan internet yang berkaitan dengan materi yang diperlukan dalam pembuatan makalah ini.
                                   
F.      Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
            BAB II TINJAUAN TEORI
Terdiri atas  definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan. 
            BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Pada An. L Dengan Diagnosa DHF Diruang Melati Di Rumah Sakit TuguRejo Semarang
                  BAB IV PENUTUP
            Terdiri atas kesimpulan dan saran.





BAB   II
                                    TINJAUAN TEORITIS

     A.    Definisi
            a.    Demam berdarah merupakan manifestasi klinis yang berat dari penyakit arbovirus. (Soedarmo Sumarno, 2005).
            b.    Dengue ialah infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes. (Hasan Rusepno, 2007).
            c.    Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina. (Hidayat A. Aziz Alimul, 2008).

B.    Klasifikasi
a.    aj                        Derajat I                            :     Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniquet positif, trombositopenia, dan hemokosentrasi.
b.                              Derajat II                    :      Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain
c.                              Derajat III                   :      Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin lembab, gelisah.
d.                              Derajat IV                   :      Renjatan berat, denyut nadi, dan tekanan darah tidak dapat diukur. Yang disertai dengan Dengue Shock Sindrom. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).

Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar, trombositopeni dan hemokonsntrasi.
Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari tempat lain.
Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.



Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.
DBD derajat III dan IV digolongkan ke dalam sindrom renjatan dengue.  (Sutaryo. 2008)

WHO, 2001 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
- Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
- Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
- Derajat IV : Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut  140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit³jantung  tampak biru.

C.    Etiologi
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue  adalah virus Dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus Dengue yang termasuk dalam grup B arthropediborne viruses  (arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. (Nursalam Susilaningrum, 2005).
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk Aedes yaitu:
a.    Aedes Aegypti
     1)   Paling sering ditemukan  adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air di sekitar rumah.
2)   Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih.
3)   Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
4)   Jarak terbang 100  meter.

b.    Aedes Albopictus
     1)   Tempat habitatnya di tempat air bersih. Biasanya di sekitar rumah atau pohon-pohon, seperti pohon pisang, pandan kaleng bekas.
     2)   Menggigit pada waktu siang hari
     3)   Jarak terbang 50 meter. (Rampengan T H, 2007)
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya ditemukan diIndonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan, sedangkan serotype antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut.seseorang yang tinggal didaerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype dengue dapat ditemukan diberbagai daerah diIndonesia (Sudoyo Aru, dkk. 2009)

D.    Manifestasi Klinis
1.      Demam : demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari turun secara cepat menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2.      Perdarahan : perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit. Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
a.         Uji torniquet positif
b.         Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
c.         Epistaksis dan perdarahan gusi
d.         Hematemesis, melena
e.         Hematuri  
3.      Hepatomegali :
a.         Biasanya dijumpai pada awal penyakit
b.         Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
c.         Nyeri tekan pada daerah ulu hati
d.         Tanpa diikuti dengan ikterus
e.         Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
4.      Syok : Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan  kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda syok adalah:
a.       Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
b.      Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
c.       Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba 
d.      Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari 80 mmHg)
e.       Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
5.      Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi pada hari ke tiga sampai ke tujuh.
6.      Hemokonsentrasi : Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator kemungkinan terjadinya syok.
7.      Gejala-gejala lain :
a.         Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
b.         Penurunan kesadaran (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006)

E.    Patofisiologi
a.    Virus Dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem komplemen. Akibat aktifasi C3a dan C5a akan dilepas C3a dan C5a, 2 peptida berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
b.    Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi  (protrobin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen ) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
c.    Yang menentukan beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik, Renjatan terjadi secara akut.
d.   Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).          
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologousinfection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan  menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3a dan C5a  menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.



F.Pathways






























G. Pemeriksaan Penunjang
                                Darah
     Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting.
     Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
                              Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
                             Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke – 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem.
                              Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :
1.      Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2.        Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.

H. Penatalaksanaan
     Penatalaksanaan Dokter
Penatalaksanaan untuk klien Demam Berdarah Dengue adalah penanganan pada derajat I hingga derajat IV dari Dokter.  


Derajat I dan II
     1)   Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 75 ml/kg BB/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg atau bersama diberikan oralit, air buah atau susu secukupnya, atau pemberian cairan dalam waktu 24 jam antara lain sebagai berikut :
     a)    100 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 kg
     b)   75  ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg
     c)    60 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg
     d)   50 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 kg
2)   Pemberian obat antibiotik apabila adanya infeksi sekunder
3)   Pemberian antipieritika untuk menurunkan panas.
4)   Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah 15 cc/kg BB/hari.

Derajat III
1)   Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan peberian RL 10 m/kg BB/jam, jika nadi dan tensi tidak stabil lanjutkan jumlah cairan berdasarkan kebutuhan dalam waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk.
2)   Pemberian plasma atau plasma ekspander (dekstran L ) sebanyak 10 ml/kg BB/jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/ kg BB dalam 24 jam, apabila setelah 1 jam pemakaian RL 20 ml/kg BB/jam keadaan tekanan darah kurang dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam jika baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan selanjutnya.
3)   Apabila 1 jam pemberian 10 ml/kg BB/jam keadaan tensi masih menurun dan dibawah 80 mmHg maka penderita harus mendapatkan plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam diulang maksimal 30 mg /kg BB/24 jam bila baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas


Derajat IV
1)   Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 30 ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah baik, lanjutkann RL sebanyak 10 ml/kgBB/jam.
2)   Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang. 2 saluran infuse dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgbb/1jam dan satunya pemberian palasma ekspander atau dextran L sebanyak 20 ml/kgBB/jam selam 1 jam,
3)   Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma ekspander 20 ml/kgBB/jam,
4)   Apabila masih tetap memburuk maka berikan plasma ekspander 10 ml/kgBB/jam diulangi maksimun 30 ml/kgBB/24jam.
5)   Jika setelah 2 jam pemberian plasma dan RL tidak menunjukan perbaikan maka konsultasikan kebagian anastesi untuk perlu tidaknya dipasang central vaskuler pressure atau CVP. (Hidayat A Aziz Alimul, 2008).                     

Penatalaksanaan Keperawatan
1)    Ada 3 cara pemberantasan vector
            a)    Fogging focus
Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemologis betul-betul memenuhi kriteria
      b)   Abatisasi
Dilaksanakan di desa/ kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat-tempat umum.
           c)    Tanpa inteksida
            Membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan    cara 3M:
     -       Menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate/altosit ketempat penampungan air bersih.
     -       Menutupnya rapat-rapat tempat penampungan air.
     -       Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang bekas, lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Aedes Aegypti.
                      
          2)    Health Education (Penyuluhan)
            Perawat dapat melakukan penyuluhan atau Health Education tentang cara pencegahan vektor efektif. Penyuluhan dapat dilakukan pada orang tua murid di sekolah-sekolah, di posyandu, yaitu di dalam rumah hendaknya selalu terang, tidak menggantungkan pakaian yang bekas dipakai terutama di kamar tidur karena nyamuk akan senang hinggap pada pakaian yang bekas dipakai yang sudah bau keringat. BAK kamar mandi atau jambangan bunga yang ada di dalam bunga agar sering dibersihkan dan diganti airnya setiap 2 hari sekali membenahi atau menata halaman supaya tidak ada tempat yang terisi air, seperti pecahan botol, tempurung kelapa, kaleng bekas atau benda-benda yang dapat menampung air. Dedaunan kering yang sudah menumpuk hendaknya disapu bersih. Selain itu juga air tidak tertampung, mengelola sampah sesuai situasi dan kondisi setempat, apakah dibakar atau diangkat oleh mobil sampah untuk dibuang ke TPA sehingga nyamuk tidak berkembang biak. (Hadinegoro H Sri Rezeki, 2005)

I.                   Komplikasi

Enselopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

Kelainan ginjal 
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

Udem paru 
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada. 

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN                    
POLA KESEHATAN
1.      Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Ibu pasien mengatakan bila anaknya sakit langsung dibawa ke puskesmas dan kadang ke dokter umum yang buka praktek di desanya
2.      Pola Kebutuhan Nutrisi
Ibu pasien mengatakan dari kecil anak susah makan, sukanya makan cemilan atau jajan dari warung. Setelah diberi suplemen penambah nafsu makan, anak mau makan nasi walaupun porsi sedikit 3x sehari dengan menu nasi putih, sayur dan lauk. Anak minum 8-9 gelas per hari, biasanya teh manis. Anak tidak pernah mendapatkan ASI. Setelah di rumah sakit, nafsu makan anak menurun lagi, bubur halus dari rumah sakit hanya dimakan 2/3 porsi dan minum air putih.
3.      Pola Eliminasi
Ibu pasien mengatakan sebelum sakit BAB anaknya 1x sehari sehabis bangun tidur dan BAK 5-6 kali sehari, warna urin kuning jernih. Selama di RS belum pernah BAB, BAK masih normal seperti sebelumnya. Sumber keluaran cairan lainnya adalah melalui keringat.
4.      Pola Aktivitas dan Latihan
Ibu pasien mengatakan sebelum sakit klien suka bermain sepak bola dengan teman – temannya. Klien dapat makan dan minum sendiri. Selama di RS, anak hanya bisa tiduran dan bermain di atas tempat tidur dengan membaca komik bersama ibunya
5.      Pola Istirahat dan Tidur
Ibu pasien mengatakan sebelum sakit klien jarang tidur siang dan pada malam hari tidur kurang lebih 8 jam. Selama di RS, klien lebih banyak tidur. Tidur siang kira – kira 2 jam dan tidur malam mulai jam 20.00 – 05.00 WIB.



6.      Pola Persepsi Kognitif
Penglihatan klien bagus, terbukti masih sering membaca komik. Pendengarannya berfungsi dengan baik. Pola kognitif : anak kooperatif dalam diskusi, mudah mengerti bila diberi penjelasan dan masih ingat nama teman – temannya.
7.      Pola Persepsi Diri / Konsep Diri
Anak tidak malu karena sakit tetapi anak ingin segera berangkat sekolah karena kangen dengan teman – temannya.
8.      Pola Peran dan Hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga tampak dekat, terbukti ayah, ibu dan adiknya setia menunggu di RS
9.      Pola Seksual dan Reproduksi
Anak jenis kelaminnya laki – laki, belum menikah, klien tidak atau belum malu saat alat kelaminnya dilihat oleh perawat
10.  Koping Mekanisme ( stress ) atau Temperamen dan Disiplin Yang Diterapkan
Temperamen anak : periang, agak pemalu, mudah diarahkan, kooperatif
11.  Pola Nilai dan Kepercayaan
Anak beragama islam, pendidikan agama sudah diberikan orang tua sejak kecil



Diagnosa Keperawatan  

1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
3.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurangnya cairan dalam tubuh  
4.      Nyri berhubungan dengan  proses patologis penyakit




RENCANA KEPERAWATAN

1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
                                                        Tujuan           :           Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam maka anak menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Kr                                                              Kriteria hasil  :           Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.

                                           Intervensi Keperawatan:
a.           Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, tensi dan pernapasan setiap 3 jam atau sering lagi.
                                      Rasional          :    Suhu 38,9-41,1oc menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
b.         Berikan penjelasan mengenai penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
              Rasional          :    Untuk memberikan pengetahuan pemahaman  tentang penyebab dan    memberikan kesadaran kebutuhan belajar.
c.           Berikan penjelasan kepada keluarga  tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam.
                                      Rasional          :    Perubahan dapat lebih tampak oleh orang terdekat, meskipun adanya perubahan dapat dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien.
d.         Catatlah asupan dan keluaran cairan.    
                                       Rasional         :    Untuk mengetahui keseimbangan cairan baik intake maupun output.
e.           Anjurkan anak  untuk banyak minum paling tidak ± 2,5 liter tiap 24 jam dan jelaskan manfaat bagi anak.
                                       Rasional         :    Untuk mempercepat proses penguapan melalui urine dan keringat, selain itu dimaksudkan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
f.           Berikan kompres dingin pada daerah axila dan lipatan paha.
                                       Rasional         :    kompres air dingin dapat memberikan efek vasodilatasi pembululuh darah.
g.          Anjurkan agar anak tidak memakai selimut dari pakaian yang tebal.
                Rasional        :    Untuk memudahkan dalam proses penguapan.
h.          Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai dengan program dokter.
                                        Rasional        :    Pemberian terapi cairan intravena untuk mengganti cairan yang hilang dan obat-obatan sebagai preparat yang di formulasikan untuk penurunan panas.
                       
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
Tu                                                                                    Tujuan             :           Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam maka anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi yang adekuat.
                                                Kriteria hasil    :           Anak mengkonsumsi jumlah makanan yang adekuat.

Intervensi keperawatan:
a)        Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami oleh anak.
                                    Rasional            :     Untuk memberikan  nutrisi yang optimal meskipun kehilangan napsu makan serta memotivasi anak agar mau makan.
b)    Berikan makanan yang mudah ditelan, seperti bubur   dan tim, serta dihidangkan selagi masih hangat
                                    Rasional`           :     Memudahkan proses menelan dan    meringankan kerja lambung untuk mencerna makanan dan menghindari rasa mual.
c)    Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.
                                     Rasional           :    karena porsi biasanya ditoleransi dengan lebih baik.
d)   Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama.
             Rasional                  :    Untuk membantu status nutrisi.
                                                       e.   Mempertahankan kebersihan  mulut pasien
            Rasional            :    Untuk merangsang napsu makan.
       f.   Mempertahankan pentingnya intake nutrisi yang adekuat    untuk penyembuhan penyakit.
             Rasional           :    Untuk menghindari intoleransi makanan.
                 g.   Jelaskan pada keluarga manfaat makanan/ nutrisi bagi anak    terutama saat  sakit.
                                     Rasional           :    Makanan merupakan penambahan tenaga bagi orang sakit.
               h.   Catatlah jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
                                     Rasional           :    Untuk mengetahui jumlah intake makanan dan penentuan dalam pemberian diet dan selanjutnya.

3.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan output muntah berlebihan.
                                    Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam maka anak menunjukkan terpenuhinya tanda-tanda kebutuhan cairan.
                                    Kriteria hasil    :           a.  Anak mendapatkan cairan yang cukup
                                    b.   Menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat yang dibutuhkan dengan tanda-tanda vital dan turgor kulit yang normal, membran mukosa lembab.


Intervensi keperawatan:
a.       Monitor keadaan umum pasien
Rasional          :           Untuk mengetahui perkembangan penyakit.
b.         Observasi tanda-tanda vital setiap 2-3  jam.
            Rasional            :         Untuk meningkatkan hidrasi dan mencegah   dehidrasi.
c.          Perhatikan keluhan pasien seperti mata kunang-kunang, pusing, lemah, ekstremitas dingin dan sesak napas.
Rasional          :           Untuk mengetahui perubahan yang terjadi bila adanya kekurangan cairan sehingga mendapatkan perawatan lebih baik.
d.         Mengobservasi dan mencatat intake dan output.
             Rasional         :           Untuk menentukan status hidrasi
e.          Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
 Rasional           : Menentukan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
f.          Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, serum albumin.
  Rasional          :    Menentukan adanya ketidakseimbangannya cairan dan elektrolit.
g.         Mempertahankan intake dan output yang adekuat.
  Rasional          :    Pemenuhan kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi.
h.         Monitor dan mencatat berat badan.
  Rasional     :         merupakan indikator cairan dan nutrisi.
i.           Pasang infus dan beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan (kolaborasi dengan dokter)
Rasional     :    Pemberian infus dimaksudkan untuk mengganti cairan yang hilang       akibat kebocoran  plasma.

4.      Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang
Kriteri hasil:
a.Pasien mengatakan nyerinya hilang
b.Nyeri berada pada skala 0-3
c. Tekanan darah 120/80 mmHg
d.Suhu 36,80C-37,50C
e.Respirasi 16-24 x/mnt
f.Nadi 60-100 x/mnt



Intervensi Keperawatan:
a.       Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/ resolusi komplikasi
b.      Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
Rasional: Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
c.       Berikan aktifitas hiburan yang tepat
Rasional: Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri
d.      Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
Rasional: Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi
e.       Ajarkan pasien teknik relaksasi
Rasional: Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain
f.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesik
Rasional: Memberikan penurunan nyeri.


                                                            Evaluasi

                  Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
                              Langkah-langkah evaluasi :
                  a.         Daftar tujuan-tujuan pasien.
                  b.         Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
                  c.         Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
       d.        Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak. (Tarwoto Wartonah, 2006).










BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
             Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina. (Hidayat A. Aziz Alimul, 2008).
 Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba) sering disertai menggigil, saat demam pasien composmentis.
B.     Saran
Kami penyusun menyadari bahwa asuhan keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu diharapkan kepada pembaca memberikan saran- saran demi kesempuranaan ASKEP DHF kelompok kami.

















Bottom of Form
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Noer, Sjaifoellah dkk. 2007. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.

Soegijarto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue : edisi ke-2. Surabaya : Aerlangga

Suriadi & Yuliani, Rita. 2006. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada Anak. Sagung Seto : Jakarta








































                         





Tidak ada komentar:

Posting Komentar